
Sujarwo Suryaputra
linkedin
Consultant & Trainer
(Laboratory Management, Chemicals Risk Management,
GHS and Related Topics)
Analisis kualitatif berperan penting dalam banyak sektor, seperti forensik, klinis, lingkungan dan keamanan pangan. Berbeda dari analisis kuantitatif yang menghasilkan nilai numerik, analisis kualitatif mengklasifikasikan objek uji berdasarkan kriteria tertentu, seperti ada atau tidaknya (presence or absence) suatu senyawa. Keputusan berbasis hasil kualitatif, misalnya menyatakan suatu air layak minum atau tidak, harus didukung oleh metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, termasuk dalam aspek kinerja dan estimasi ketidakpastian.
Salah satu aspek utama dalam evaluasi kinerja metode pengujian kualitatif adalah pemahaman terhadap false positive rate (FPR) dan false negative rate (FNR). FPR mengukur proporsi hasil positif yang salah pada sampel negatif, sedangkan FNR menunjukkan proporsi hasil negatif yang salah pada sampel positif. Kedua metrik ini sangat penting dalam konteks keputusan yang berisiko tinggi, seperti deteksi zat terlarang atau identifikasi agen patogen.
Kinerja metode dievaluasi melalui berbagai indikator seperti sensitivitas (kemampuan mendeteksi dengan benar kasus positif), spesifisitas (kemampuan mengidentifikasi dengan benar kasus negatif), nilai prediktif positif dan negatif, serta indeks Youden dan rasio kemungkinan (likelihood ratio). Evaluasi ini sering disajikan dalam bentuk contingency table, yang menyederhanakan visualisasi dan kuantifikasi kinerja.
Untuk metode yang melibatkan pengukuran sinyal kuantitatif (misalnya intensitas fluoresensi pada qPCR atau waktu retensi dalam kromatografi), pendekatan statistik seperti logistic regression digunakan untuk memodelkan hubungan antara probabilitas deteksi dan variabel kuantitatif. Teknik ini memungkinkan penentuan limit of detection (LOD) dalam konteks kualitatif.
Selain evaluasi berbasis eksperimen, pendekatan berbasis database matching atau signal modelling seperti simulasi Monte Carlo dapat diterapkan untuk memperkirakan probabilitas hasil positif palsu (fake positive) tanpa perlu pengujian sampel dalam jumlah besar. Ini penting untuk metode yang berbiaya mahal atau sulit dilakukan secara luas.
Dalam menyampaikan laporan hasil uji kualitatif, penting untuk menggabungkan informasi probabilistik seperti posterior probability yang memperhitungkan prevalensi kasus dan kinerja metode. Bayes’ theorem memberikan dasar untuk memperkirakan probabilitas bahwa hasil uji benar, berdasarkan data sebelumnya dan hasil pengujian terkini.
Meskipun ISO/IEC 17025 belum mewajibkan pelaporan estimasi ketidakpastian untuk hasil pengujian kualitatif, laboratorium tetap disarankan memahami dan mampu menjelaskan batas-batas interpretasi hasil kualitatif kepada pengguna jasa pengujian. Hal ini penting dalam konteks transparansi ilmiah dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti (evidence-based decision making).
Contoh Perhitungan Teknis: Confidence Interval (CI) untuk Sensitivitas
Salah satu aspek teknis penting dalam pengujian kualitatif adalah menghitung confidence interval (CI) untuk parameter performa seperti sensitivitas (SS). Ini memberikan informasi tentang seberapa pasti estimasi tersebut mewakili nilai sebenarnya dalam populasi.
Contoh Kasus:
Sebuah laboratorium melakukan validasi metode deteksi virus SARS-CoV-2 dengan menggunakan qPCR terhadap 100 sampel positif. Hasilnya: 98 sampel terdeteksi (true positive, tp = 98), 2 tidak terdeteksi (false negative, fn = 2).
Langkah 1 – Hitung Sensitivitas (SS):
Langkah 2 – Hitung 95% Confidence Interval (CI):
Berdasarkan pendekatan Wilson Score digunakan rumus sebagai berikut:
Dengan z = 1,96 untuk CI 95%:
-
tp = 98
-
fn = 2
-
N = tp + fn = 100
Hasil Akhir:
Sensitivitas metode = 98% dengan CI 95% adalah 89,6% – 102,8% (dibatasi menjadi 89,6% – 100%)
Artinya, dengan tingkat kepercayaan 95%, sensitivitas metode tersebut berada antara 89,6% hingga 100%. Semakin banyak sampel diuji, semakin sempit interval ini, dan menunjukkan semakin yakin laboratorium terhadap performa metode yang digunakan.
Estimasi ketidakpastian dalam pengujian kualitatif merupakan parameter krusial yang seringkali terabaikan. Dengan mengadopsi pendekatan kuantitatif terhadap hasil kualitatif, laboratorium dapat memberikan informasi yang lebih transparan, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, terutama dalam konteks regulasi dan litigasi. (Published on May 10th, 2025 by Admin)